Prestasi SMP Ar Rafi' Drajat

  • BANGGA MENJADI SEORANG MUSLIM

    BANGGA MENJADI SEORANG MUSLIM 



    Assalamualaikum … 

    Insyaallah pembahasan kali ini, kita akan sama-sama berbagi dan saling mengingatkan dalam kebaikan untuk selalu bangga menjadi seorang muslim. 

    Namun, sebelum masuk kepembahasan topik, simak dulu kenapa bahaya apabila kita mengikuti kebiasaan khas non-muslim? 

     

    Bahaya suka mengikuti kebiasaan khas non-muslim

    Di antara penyakit berbahaya di tengah kaum muslimin, yang bisa menggerogoti akidah dan akhlak kaum muslimin adalah penyakit suka meniru-niru dan ikut-ikutan terhadap kebiasaan orang-orang non-muslim. Dan ini telah dikabarkan dan diwanti-wanti oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi sa sallam, beliau bersabda,

    لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَن كانَ قَبْلَكُمْ، شِبْرًا شِبْرًا وذِراعًا بذِراعٍ، حتَّى لو دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ، قُلْنا: يا رَسولَ اللَّهِ، اليَهُودُ والنَّصارَى؟ قالَ: فَمَنْ

    “Sungguh kalian akan mengikuti perilaku-perilaku umat-umat terdahulu. Sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai jika mereka masuk ke lubang dhab (semacam biawak), kalian pun akan mengikuti mereka.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka Yahudi dan Nasrani?” Nabi menjawab, “Siapa lagi?” (HR. Bukhari no. 7320 dan Muslim no. 2669).

    Dan mengikuti kebiasaan orang-orang non-muslim ini hukumnya terlarang dan akan membahayakan akidah seseorang. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

    من تشبه بقوم فهو منهم

    “Orang yang menyerupai suatu kaum, seolah dia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud no. 4031, dinilai hasan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10: 282, dan dinilai sahih oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1: 152).

    Maksudnya, orang muslim yang ber-tasyabbuh itu jadi tidak bisa terbedakan dengan orang kafir, sehingga seolah-olah bagian dari mereka. Sebagian ulama juga mengatakan bahwa tasyabbuh yang dilakukan tersebut lama-kelamaan akan menyeretnya kepada kekafiran sehingga keluar dari Islam.

    Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin Rahimahullah dalam Syarhul Mumthi’ menjelaskan,

    “Bukan maksudnya orang yang ber-tasyabbuh itu kafir. Namun, dia memiliki penampilan dan bentuk yang serupa dengan orang kafir. Sehingga hampir-hampir orang muslim yang bertasyabbuh dengan orang Nasrani itu tidak bisa dibedakan dengan orang Nasrani betulan. Maka, orang Muslim tersebut menjadi bagian dari mereka dalam perkara lahiriyah.

    Para ulama juga mengatakan, sisi lainnya, tasyabbuh kepada orang kafir secara lahiriyah akan membawa kepada tasyabbuh dalam perkara batin. Dan memang demikian keadaannya. Jika seseorang ber-tasyabbuh dengan orang kafir dalam perkara lahiriyah, dia akan merasa bahwa dia sejalan dengan orang kafir, dan dia tidak benci kepada orang kafir, dan ini membawa dia untuk ber-tasyabbuh dalam perkara batin. Sehingga dia menjadi orang yang rugi agama dan dunianya.”

    Bangga menjadi seorang muslim

    Sesungguhnya kaum muslimin adalah kaum yang tinggi dan mulia. Maka seharusnya kita bangga menjadi muslim, bukan malah ingin ikut-ikutan dengan kaum yang lain. Allah Ta’ala berfirman,

    قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

    “Katakanlah, ‘Wahai Ahlul Kitab! Mari kami mengajak kalian untuk meyakini suatu kalimat yang sama antara kami dengan kalian. Yaitu, hendaknya kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, dan tidak berbuat kesyirikan sedikit pun. Dan tidak menjadikan makhluk di antara kita sebagai tandingan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka ucapkanlah, ‘Kami bersaksi bahwa kami adalah kaum muslimin’’ (QS. Ali Imran: 64).

    Perhatikan, dalam ayat ini Allah Ta’ala perintahkan kita untuk mengajak Ahlul Kitab untuk mentauhidkan Allah dan menjauhkan diri dari kesyirikan. Jika mereka enggan, maka biarkan mereka, dan tetaplah berbangga menjadi seorang muslim dan istikamah berpegang pada akidah Islam.

    Allah Ta’ala juga berfirman,

    وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

    “Dan janganlah kalian lemah dan janganlah kalian bersedih hati. Padahal kalian adalah kaum yang tinggi, jika kalian beriman” (QS. Ali Imran: 139).

    Perhatikan, dalam ayat ini Allah Ta’ala menyebutkan bahwa kaum mukminin adalah orang-orang yang tinggi. Maka wajib kita berbangga menjadi seorang Mukmin dan tidak perlu kita ikut-ikutan kebiasaan kaum yang lain.

    Allah Ta’ala juga berfirman,

    قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

    “Katakanlah, ‘Inilah jalanku! Aku mengajak manusia ke jalan Allah di atas ilmu. Yaitu, aku dan orang-orang yang mengikutiku. Maha Suci Allah! Aku bukanlah orang yang berbuat kesyirikan’” (QS. Yusuf: 108).

    Dalam ayat ini juga Allah Ta’ala mengajarkan kita untuk bangga menjadi seorang muslim, dengan mengatakan, “Inilah jalanku!”

    Dan tidak ragu lagi bahwa Islam ini adalah agama yang sempurna. Sempurna dalam akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah. Dalam semua aspek kehidupan, terdapat tuntunan dan bimbingan yang lengkap dalam agama Islam. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, semua sudah ada tuntunan dan bimbingan yang paling sempurna. Mulai dari awal bulan hingga akhir bulan, mulai dari awal tahun hingga akhir tahun, semua sudah ada tuntunan dan bimbingan yang paling sempurna.

    Maka hendaknya kita berbangga menjadi seorang muslim, bukan malah bangga ikut-ikutan kebiasaan umat yang lain.

    Jangan malu menjalankan ajaran Islam!

    Kita berada di zaman yang kaum muslimin sendiri malu dan minder ketika menjalankan ajaran Islam. Bukannya mereka merasa bangga dengan Islam, namun malah malu dan minder! Bahkan mereka merasa malu menjalankan ajaran Islam di tengah masyarakat muslim sendiri. Karena ajaran Islam itu asing bagi mereka. Allahul musta’an!

    Ini juga telah dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam, beliau bersabda,

    بدأَ الإسلامُ غريبًا، وسيعودُ كما بدأَ غريبًا، فطوبى للغرباءِ

    “Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah ghuraba (orang-orang yang asing)” (HR. Muslim no. 145).

    قيل ومَنِ الغُرَباءُ قال الَّذينَ يَصلُحونَ إذا فسَد النَّاسُ

    “Ada yang bertanya, siapakah orang ghuraba (orang asing) itu? Nabi menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan ketika orang-orang umumnya sudah rusak’” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Wasith, 3: 250).

    Kata طوبى dalam hadis ini maknanya surga. Dalam sebuah hadis disebutkan,

    طوبى شجرةٌ في الجنَّةِ ، مسيرةُ مائَةِ عامٍ

    “Tuba adalah pohon di surga, tingginya sepanjang perjalanan 100 tahun” (Dinilai hasan oleh Al Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 3918).

    Maknanya, orang yang mendapatkan “tuba” ini pasti ia masuk surga. Karena tidak mungkin bisa mendapatkan “tuba” ini kecuali orang yang masuk surga.

    Oleh karena itu, tetaplah istikamah dan bersabar untuk terus mengamalkan ajaran-ajaran Islam, selama itu benar berdasarkan Alquran dan Assunnah dengan pemahaman salafus shalih, tidak perlu merasa malu dan minder. Justru seharusnya kita merasa bangga. Dan orang yang tetap istikamah menjalankan Islam di tengah keterasingan, dia adalah orang yang selamat dan beruntung.

    Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah dan taufik kepada kita semua untuk terus berada dalam jalan kebenaran.***RM


  • 0 comments:

    Posting Komentar